Halo!
Cerita kali ini masih edisi jalan-jalan
ya. Tapi jalan-jalannya udah beberapa waktu yang lalu dan cuma di kota sendiri sih.
Kota Malang, maksudnya.
Jadi gini. Tanggal 18 Desember 2015 kemarin, hari terakhir
UAS semester lima (astaga saya udah tua ternyata), saya refresh otak dengan jalan-jalan sama beberapa teman. Iya, JALAN-JALAN
dalam arti yang sesungguhnya! Hahaha. Kami jalan kaki dari kampus ke
Museum Brawijaya yang ada di Jalan Ijen, Kota Malang.
Itu patung Jenderal Soedirman, btw. (Photo credit: Uriva) |
Nah, pertanyaannya, kenapa pilih Museum Brawijaya untuk
dikunjungi? Setidaknya ada dua alasan.
Pertama, lokasi Museum Brawijaya dekat dari kampus saya.
Hahaha. Ngomong-ngomong, ini alasan yang nggak banget ya? Maaf deh. Oke, sebagai
referensi buat pengunjung yang bukan penduduk Malang Raya, mungkin lebih tepat
kalau saya bilang Museum Brawijaya itu lokasinya strategis. BANGET! Letaknya di
Jalan Ijen memungkinkan pengunjung dari arah mana saja bisa mengakses lokasinya
dengan mudah, baik menggunakan kendaraan pribadi maupun angkutan umum.
Gimana nggak gampang diakses, coba?! Sekarang bayangkan.
Untuk masuk Kota Malang, setidaknya ada tiga terminal bus dan satu stasiun
besar: Terminal Arjosari untuk bus-bus dari hampir semua jurusan, Terminal
Landungsari untuk bus-bus dari Kediri, Terminal Hamid Rusdi (lebih populer
dengan sebutan Terminal Gadang sih) untuk bus-bus kecil dari Blitar, dan
Stasiun Malang (orang-orang generasi lawas biasanya bilangnya Stasiun Malang
Kotabaru) untuk kereta api semua jurusan, baik lokal maupun jarak jauh, ekonomi
maupun eksekutif.
Nah, dari Terminal Arjosari, Terminal Landungsari, maupun
dari Stasiun Malang, alternatif yang bisa diambil pengunjung untuk menuju
Museum Brawijaya adalah angkot dengan kode AL atau ADL. Tuh, gampang kan
ngapalinnya? Tinggal bilang aja sama sopirnya untuk diturunkan di Museum Brawijaya.
Kalau dari Terminal Hamid Rusdi, pengunjung bisa naik angkot
dengan kode LG trus minta diturunkan di ujung Jalan Ijen. Setelah itu cukup
jalan kaki beberapa ratus meter ke utara menyusuri Jalan Ijen sambil menikmati
sensasi unik pemandangan rumah-rumah peninggalan jaman Belanda.
Nggak bingung kan ya? Don’t
hesitate to ask kalau tertarik untuk datang.
Nyari angin di atap---tapi mereka ngapain ya? (Credit: Uriva) |
Oke, sekarang alasan yang kedua.
Selain lokasinya strategis, berkunjung ke Museum Brawijaya
juga nggak butuh banyak bujet. Dengan tiket masuk seharga tiga ribu rupiah,
pengunjung sudah bisa menikmati koleksi benda-benda bersejarah yang ada di
dalamnya. Memang sih, lokasinya nggak terlalu luas, tapi saya jamin Anda rugi
kalau datang ke Malang tapi nggak mengunjungi Museum Brawijaya.
Dan kalau dibandingkan dengan Museum Angkut yang belakangan
ini hits banget, memang Museum
Brawijaya mungkin kurang menarik untuk dilirik. Saya sempat agak ngerasa wow
juga sih waktu itu, karena dari empat kawan yang saya ajak, ternyata bahkan
salah satu dari mereka nggak tahu bahwa di Jalan Ijen ada museum. Padahal dia
sering lewat. Hahaha.
Oke, fokus ke museumnya ya.
Sebelum masuk gerbang Museum Brawijaya, ada beberapa tank yang dipajang di pinggir Jalan
Ijen. Yah, leh uga buat foto-foto kalau mau.
Trus, di bagian depan bangunan, ada kolam besar dan di
atasnya ada jembatan yang juga merupakan satu-satunya akses untuk masuk. Loket
terletak di sebelah kiri begitu kita lewat pintu masuk. Dan... oh ya, jangan
lupa ngisi buku tamu ya.
Ini kolam sama jembatannya. |
Nah, setelah bayar tiket masuk, pengunjung bisa milih untuk
melihat koleksi di ruang bagian kanan atau kiri. Saran saya sih, setelah bayar tiket
masuk, mending Anda melihat koleksi di ruangan yang kanan aja, baru nanti ke
bagian kiri karena sebagian besar koleksi bisa dilihat lewat koridor di bagian
kiri.
Relief ini ada di lobi utama. Setelah dari sini bisa ke kiri/kanan. (Credit: Uriva) |
Mengenai koleksinya, saya nggak bisa bicara banyak.
Kebanyakan (atau malah semua) koleksi adalah benda-benda militer macam senapan,
peluru, meriam, dan kawan-kawannya. Ada juga foto-foto lama, baju-baju lama,
uang-uang lama,... yang lama-lama gitu deh pokoknya. Dan... yah... saya
kayaknya emang nggak ada minat mengagumi benda-benda militer sih, jadi kesan
saya biasa-biasa aja. Saya yakin kalau yang saya ajak adalah adik saya, pasti
dia udah jingkrak-jingkrak lihat ribuan senapan sama meriam berbagai bentuk.
(Credit: Uriva) |
(Credit: Uriva) |
(Credit: Uriva) |
Oke, lanjut ya.
Kalau digambarkan, Museum Brawijaya itu ruangan-ruangannya
melingkar, di tengahnya ada lapangan kecil dengan beberapa tempat duduk. Di
lapangan itu juga, ada pajangan sebuah gerbong kereta tua ukuran kecil yang
dijuluki “Gerbong Maut”. Berdasarkan keterangan yang ada, gerbong itu dulu
pernah dipakai untuk mengangkut sampai dengan seratus orang pekerja paksa
sampai banyak yang mati mengenaskan.
Gerbong Maut, daya tarik utama Museum Brawijaya. |
Waktu itu saya sempat mikir juga sih, kayaknya mustahil kalau
gerbong sekecil itu bisa dipakai untuk mengangkut seratus orang. Tapi ya gimana
lagi, emang tulisannya gitu kok. Bukan, bukannya saya meremehkan sejarah ya. Lagian
berikutnya saya juga percaya karena kalau dipikir-pikir, keadaan jaman semana waktu gerbong itu dipakai
ngangkut segitu banyak orang mungkin sama kayak kapal-kapal kecil overload yang dipakai para pengungsi
dari Timur Tengah untuk ngungsi ke Eropa sampai banyak yang jatuh ke laut.
Melihat benda-benda militer begitu, saya jadi percaya kalau
perang nggak cuma ada di buku cerita. Well,
saya yakin “perang” terasa nggak nyata karena kita nggak pernah merasakan
langsung. Semiskin-miskinnya rakyat Indonesia, kita masih bisa mencari makan. Se-nggak
kondusif-kondusifnya negara kita, toh nggak ada apa-apanya kalau dibandingkan
dengan keadaan yang terjadi di negara-negara konflik macam di Timur Tengah. Saya
jadi bersyukur, tau nggak? Gara-gara ke museum...
Oh ya, kamu kapan ke Malang? Jangan lupa ke Museum Brawijaya
juga ya.
The more you know about the past, the better prepared you are for the future. (Theodore Roosevelt)
4 Comments
Aku merasa diomongin...
ReplyDeleteJangan ge-er lah...
DeleteEh stay dimalang ?
ReplyDeleteIkutan Kancut Blogger yuk. Biar rame. Mampir ke blogku lagi yak kalau mau hehehe. ditunggu
Halo. Thanks udah mampir.
DeleteKancut Keblenger? Udah gabung sih, tapi ya gitu deh... angin-anginan. Hahaha.
Siap!