Resensi Novel Aroma Karsa - Dee Lestari

Judul: Aroma Karsa

Penulis: Dee Lestari

Penerbit: Bentang

Tahun terbit: 2018

Dimensi buku: xiv+710 halaman, 20 cm

 

Blurb:

Dari sebuah lontar kuno, Raras Prayagung mengetahui bahwa Puspa Karsa yang dikenalnya sebagai dongeng, ternyata tanaman sungguhan yang tersembunyi di tempat rahasia.

Obsesi Raras memburu Puspa Karsa, bunga sakti yang konon mampu mengendalikan kehendak dan cuma bisa diidentifikasi melalui aroma, mempertemukannya dengan Jati Wesi.

Jati memiliki penciuman luar biasa. Di TPA Bantar Gebang, tempatnya tumbuh besar, ia dijuluki si Hidung Tikus. Dari berbagai pekerjaan yang dilakoninya untuk bertahan hidup, satu yang paling Jati banggakan, yakni meracik parfum.

Kemampuan Jati memikat Raras. Bukan hanya mempekerjakan Jati di perusahaannya, Raras ikut mengundang Jati masuk ke dalam kehidupan pribadinya. Bertemulah Jati dengan Tanaya Suma, anak tunggal Raras, yang memiliki kemampuan serupa dengannya.

Semakin jauh Jati terlibat dengan keluarga Prayagung dan Puspa Karsa, semakin banyak misteri yang ia temukan, tentang dirinya dan masa lalu yang tak pernah ia tahu.

Sampul novel Aroma Karsa. (sumber: web Gramedia)

 

***

Pada bagian awal dari novel setebal tujuh ratus halaman ini, pembaca diantar untuk menyelami isi hati satu per satu tokoh dengan cara yang cantik. Perjalanan kita dalam “Aroma Karsa” dibuka oleh tokoh seorang gadis bernama Raras, terduduk menunggui neneknya, Janirah Prayagung, yang tengah sekarat menunggu dijemput maut. Setelahnya, rangkaian kejadian pasca-berpulangnya sang eyang putri akhirnya membawa Raras pada suatu fakta bahwa dongeng-dongeng yang dituturkan Janirah semasa hidup ternyata bukan cerita pengantar tidur belaka.

Salah satu “dongeng” itu adalah kisah tentang Puspa Karsa.

Seperti yang tertera di sampul belakang novel, Puspa Karsa diceritakan berwujud tanaman sakti yang hanya dapat diendus keberadaannya oleh orang-orang tertentu. Raras muda berambisi menemukannya. Dengan statusnya sebagai pewaris tunggal perusahaan kosmetik raksasa di Indonesia, ia rela menggelontorkan dana besar-besaran demi melaksanakan ekspedisi pencarian Puspa Karsa di suatu area tersembunyi di hutan Gunung Lawu.

Sayangnya, ekspedisi itu menjelma menjadi bencana.

Meskipun begitu, ekspedisi tragis ternyata tak cukup untuk membuat ambisi Raras menyusut. Dua puluh enam tahun kemudian, dengan berbagai upaya, ia memulai kembali ekspedisi pencarian Puspa Karsa jilid dua. Kali ini, di antara tim ekspedisi, bergabunglah seorang pemuda istimewa asal TPA Bantar Gebang bernama Jati Wesi dan putri angkat Raras satu-satunya, Tanaya Suma.

Jati dan Suma sama-sama memiliki kepekaan indera penciuman jauh di atas rata-rata manusia biasa. Dengan adanya mereka berdua, berangkatlah tim ekspedisi Puspa Karsa dan dimulailah petualangan hidup-mati yang penuh misteri penyingkap tabir takdir serta tragedi masa lalu.

Kisah-kisah tentang petualangan memang selalu membawa kesan tersendiri, tapi novel ini berbeda. Dalam “Aroma Karsa”, Dee Lestari membuat aroma menjadi perekat utama dari keseluruhan cerita. Mulai dari latar belakang tokoh hingga alur yang memuat intrik keluarga, obsesi, cinta, dan pengorbanan, semuanya dijalin secara magis dengan melibatkan aroma.

Membaca “Aroma Karsa”, pembaca akan mendapatkan perspektif segar bahwa bagi sebagian orang, aroma adalah suatu eksistensi yang jauh lebih kompleks daripada sekadar bau enak dan bau tidak enak. Meski aroma mungkin sering luput dari perhatian, tapi dalam novel ini, aroma berhasil dikukuhkan sebagai hal yang sangat menakjubkan.

Desain latar tempat-waktu dan penokohannya juga tidak kalah kuat. Pada setiap lembaran novel ini, pembaca dituntun untuk perlahan menjelajahi kisah apa yang melatarbelakangi tindakan setiap tokoh dan belenggu apa dari masa lampau yang membuat mereka berkelindan di masa kini. Tokoh-tokoh lain yang sekilas terlihat bak sekadar figuran pun ternyata memegang peran masif. Mereka memegang kunci mutlak tentang asal-usul Jati dan Suma, salah satu teka-teki besar yang sudah diperkenalkan penulis sejak awal cerita.

“Kamu lahir di Bantar Gebang?”

Ada sepotong diam sebelum Jati menjawab singkat, “Tidak tahu.”

halaman 44

 

“Empu minta kita pergi dari desa. Bahaya.

Aku bawa kalian dari jabang bayi supaya desa selamat.

Ambrik mati buat kita.” Mata Anung berkaca-kaca.

halaman 289

 

“Aroma Karsa” sukses membawa pembaca mengarungi petualangan menarik yang diracik sangat pas dalam alur maju-mundur yang padu. Penggunaan Bahasa Jawa kuno di beberapa bagian juga sangat mendukung perannya sebagai karya sastra yang melibatkan mitologi, sejarah, dan budaya tradisional.

Sangat mengundang untuk dibaca.

Post a Comment

2 Comments