Sebagai penyuka transportasi umum perkotaan, saya sudah lumayan lama penasaran seperti apa rasanya naik bus kota modern ala-ala. Hehe. Terakhir kali ke Jakarta beberapa tahun lalu, saya juga belum sempat mencoba naik bus TransJakarta. Kalau bus Trans Jogja sih, saya sudah sempat mencoba, tapi waktu itu bayar tiketnya masih pakai uang cash, padahal saya ingin mencoba sensasi tap-tap cashless-nya. Hahaha.
Nah, bulan lalu saya meniatkan diri untuk main ke Surabaya. Di sana, sahabat yang saya kunjungi punya inisiatif mengajak saya mencoba naik Suroboyo Bus. Gayung bersambut, saya menyetujui ide itu tanpa babibu. Saya langsung browsing tutorial naik Suroboyo Bus, tapi tidak banyak yang bisa saya temukan, jadi kami memutuskan:
Pokoke dicoba wis. Lek nggak ngerti ya takon.
Jujur saja, saat itu kami tidak banyak tahu apa bedanya Suroboyo Bus dengan TemanBus Trans Semanggi Suroboyo. Saya kira sama saja, sama-sama bus di Surabaya. Saya kira cara pembayarannya juga sama. Hahaha. Sebelumnya, dari informasi yang sering saya lihat berseliweran di media sosial, katanya untuk naik Suroboyo Bus, kita bisa membayar menggunakan botol bekas, menggunakan kartu-kartu nontunai semacam Flazz dan e-money Mandiri, atau bisa juga menggunakan QRIS. Jadi, meskipun tidak punya kartu nontunai, saya waktu itu tidak ambil pusing karena saya memasang lumayan banyak aplikasi fintech di smartphone.
Tapi ternyata tidak sama, Saudara-Saudara!
Suroboyo Bus dan TemanBus Trans Semanggi Suroboyo adalah entitas yang berbeda karena pengelolanya juga berbeda. Sepintas busnya memang terlihat mirip sih, sama-sama bernuansa merah, tapi ada tulisan sangat jelas kok di bodinya. Metode pembayarannya juga berbeda. TemanBus Trans Semanggi Suroboyo hanya menerima pembayaran menggunakan kartu nontunai.
![]() | |
TemanBus Trans Semanggi Suroboyo. - Dok. pribadi. | |
![]() |
Suroboyo Bus. (sumber gambar: klik di sini) |
Pengalaman Naik Bus Trans Semanggi Suroboyo
![]() |
Jalan kaki menuju Halte Lapangan Hoki |
Siang itu, Sabtu, 2 Juli 2022, saya dan sahabat saya jalan kaki menyusuri trotoar di seberang Universitas Airlangga (Unair) Kampus B untuk menuju halte pemberhentian bus terdekat, yaitu Halte Lapangan Hoki. Belum sampai di halte, sebuah bus warna merah datang mendekat. Sahabat saya bilang, “Ayo! Kalau nggak naik yang ini, kita harus nunggu lagi bus berikutnya!” Akhirnya kami tergopoh berlari lalu langsung naik, mengikuti beberapa orang yang memang sudah menunggu di halte. Saking terburu-buru itulah, saya bahkan tidak ngeh yang saya naiki itu tujuannya ke mana. Hahaha. Saya bahkan tidak sempat mengamati bodi busnya bertuliskan apa, Suroboyo Bus atau Trans Semanggi Suroboyo.
Pokoknya naik.
Konyol memang. Tapi tidak masalah sih, karena saya toh memang tidak ada tujuan tertentu. Tujuan saya simpel: pengin naik bus kotanya Surabaya. Tidak peduli ke mana.
Singkat kata, kami naik, murni hanya dengan mengikuti apa yang dilakukan orang-orang di depan kami. Begitu kaki saya menapak di lantai bus, saya sempat dengar driver-nya bilang “tempel, tempel” kepada orang-orang sebelum kami, tapi saya tidak paham maksudnya. Apa yang ditempel?
Orang-orang tersebut juga langsung duduk di kursi kosong tanpa melakukan apa pun. Tidak mengeluarkan kartu, tidak mengeluarkan ponsel. Dalam hati, saya jadi bertanya-tanya, gimana cara bayarnya?
Konyolnya lagi, bukannya mengikuti hati kecil saya untuk langsung bertanya ke sopir saat itu juga, eh saya malah ikut-ikutan orang-orang untuk langsung duduk di kursi yang tersedia. Hahaha. Well, mungkin itulah contoh nyata dari bandwagon effect: seseorang cenderung mengikuti apa yang dilakukan oleh orang banyak.
The bandwagon effect is the term used to describe the tendency for people to adopt certain behaviors, styles, or attitudes simply because others are doing so. (Wikipedia)
Meskipun begitu, saya merasa deg-degan dan tidak tenang karena dihantui oleh pikiran-pikiran: Masa iya langsung duduk gini aja? Kapan harus membayar? Bagaimana caranya? Rasa tidak tenang itu makin parah karena di halte-halte berikutnya, saya sempat lihat orang-orang menempelkan semacam kartu ke perangkat berupa layar yang ada di dekat kursi sopir.
Akhirnya setelah bus berjalan beberapa ratus meter dan berhenti karena lampu merah, saya memberanikan diri berjalan ke depan mendekati driver. Saya minta maaf, berkata bahwa saya belum membayar karena tidak tahu caranya. Ternyata, kata beliau…
“Naik temanBus sampai saat ini tarifnya masih gratis, Mbak.”
Bapak sopir nan baik hati itu menjelaskan dengan ramah kepada saya bahwa sampai saat ini, naik bus yang termasuk jaringan TemanBus tidak dipungut biaya alias masih gratis. Akan tetapi, penumpang tetap diharuskan menempelkan kartu nontunai di alat yang tersedia. Jika tidak punya, kalian bisa “meminjam” kartu nontunai yang disediakan oleh driver. Saya juga disarankan untuk men-download aplikasi TemanBus di smartphone untuk mengetahui koridor dan rute mana saja yang tersedia.
Nah, sampai di sini akhirnya terjawab sudah misteri kata “tempel, tempel” yang sempat saya dengar diucapkan oleh driver kepada orang-orang ketika saya naik. Jadi, di dasbor depan, dekat tempat tap kartunya itu, ada sebuah kartu nontunai—memang sengaja disediakan bagi penumpang yang tidak punya kartu nontunai sendiri. Penumpang tinggal menempelkannya saja.
Sudah diberitahu juga oleh driver-nya, tapi ternyata beberapa orang tidak paham.
Termasuk saya sih. Hahaha.
Tapi setidaknya, saya mau bertanya, ya kan.
Jadi, beruntunglah kalian yang membaca postingan ini, karena tidak akan mengalami kebingungan yang sama dengan saya. Yang paling penting, jangan ragu-ragu bertanya.
Cara Naik TemanBus Trans Semanggi Suroboyo
Untuk naik bus TemanBus Trans Semanggi Suroboyo, kalian cukup mendatangi halte terdekat dari tempat kalian berada. Informasi peta layanan dan halte tersedia di aplikasi TemanBus yang bisa dengan mudah di-download dari Playstore maupun App Store.
![]() |
Tampilan peta jaringan rute transportasi umum Kota Surabaya |
Ketika bus datang, kalian bisa langsung naik melalui pintu depan yang membuka secara otomatis. Jika kalian masih ragu dengan tujuan busnya, kalian bisa bertanya pada sopir sebelum naik. Ingat: malu bertanya, sesat di jalan.
Sebelumnya, siapkan kartu nontunai semacam Flazz, e-money Mandiri, dan sebangsanya. Kalian bisa mendapatkannya di bank atau di Indomaret terdekat ya.
Ketika sudah naik ke bus, tempelkan kartu nontunai kalian ke perangkat pembaca berupa layar kecil yang ada di sebelah kursi sopir. Jika tidak punya kartu tersebut, sopir akan mengarahkan kalian untuk menggunakan kartu yang memang sudah disediakan. Kalian tinggal menempelkannya saja.
Sekali lagi: jangan malu bertanya.
Kemudian, kalian bisa langsung duduk di kursi yang kosong untuk menikmati perjalanan. Di bagian depan, tepat di belakang driver, ada kursi-kursi berwarna merah muda, dikhususkan untuk penumpang wanita. Ada juga kursi prioritas untuk penumpang difabel.
![]() |
Interior TemanBus Trans Semanggi Suroboyo. - Dok. pribadi |
Kursi-kursi umum letaknya di sebelah belakang, posisinya sedikit lebih tinggi.
![]() |
Posisi tempat saya duduk ini lebih tinggi sekitar dua anak tangga. - Dok. pribadi |
Kalian tidak perlu khawatir kebablasan. Di sepanjang perjalanan, papan informasi akan terus menunjukkan informasi tentang halte selanjutnya, lengkap dengan pengumuman berupa audio. Jika nama halte yang kalian tuju sudah muncul di layar dan sudah ada pengumuman audio, kalian bisa berdiri dan berjalan mendekat ke pintu belakang. Fyi, pintu depan khusus untuk penumpang naik, sedangkan pintu belakang adalah untuk penumpang turun. Di dekat pintu belakang tersebut, ada tombol yang bisa kalian pencet untuk memberi tahu driver bahwa kalian ingin turun di halte tersebut.
![]() |
Tekan tombol merah di tiang untuk turun di halte berikutnya. - Dok. pribadi |
Ketika bus sudah berhenti di halte dan pintu terbuka otomatis, kalian bisa turun dengan aman.
Kebiasaan Unik Penumpang TemanBus Trans Semanggi Suroboyo
Selama naik bus ini, ada hal unik yang saya amati. Setiap turun di halte
tujuan, penumpang selalu mengucapkan terima kasih kepada driver. Entah siapa yang pertama kali memulai “tradisi” ini, tapi
semua penumpang menerapkannya. Manis sekali.
Review Naik TemanBus Trans Semanggi Suroboyo
Satu kata sesuai dengan namanya: TEMAN. Singkatan dari Transportasi Ekonomis, Mudah, Andal, dan Nyaman.
Ekonomis, sudah jelas. Saya tidak bayar sepeser pun untuk menempuh perjalanan yang menyenangkan dari kawasan Universitas Airlangga Kampus B ke wilayah Surabaya barat bahkan sampai di halte terminus. Kalaupun membayar, sudah pasti orang juga tidak akan keberatan karena fasilitasnya sepadan. Halte-halte bertebaran sepanjang jalan dengan jarak yang tidak terlalu berjauhan, memudahkan masyarakat untuk mengakses layanan.
Meskipun di beberapa titik kita harus rela tertahan beberapa saat akibat kemacetan lalu lintas, secara umum bepergian naik TemanBus adalah opsi yang sangat layak untuk dipertimbangkan.
Untuk aspek kenyamanan, jangan ditanya. Yang jelas, saya sangat puas. Armadanya bagus, sejuk, krunya menyenangkan, dan kebersihannya sangat terjaga. Saya ingat, selama dalam perjalanan, driver sangat tegas menerapkan peraturan tentang kebersihan. Sempat ada seorang ibu yang membuka bungkus snack lalu makan di dalam bus, dan saat itu juga driver langsung bersuara, memberi teguran dengan sopan.
Waktu itu saya naik busnya sampai halte paling ujung di wilayah Surabaya barat, yaitu Halte SPBU Lidah Wetan. Di sana, saya berencana untuk ikut bus itu lagi untuk kembali ke tempat saya naik, tapi saya diminta untuk keluar sebentar karena armada bus tersebut akan langsung dibersihkan oleh petugas.
Keren sekali. Di situ saya turun dan melihat sendiri petugas menyapu bagian dalam bus.
![]() |
Sedang dibersihkan di Halte SPBU Lidah Wetan sebelum diberangkatkan lagi. - Dok. pribadi |
Bagaimana? Percaya deh sama saya, kalian wajib banget mencoba.
0 Comments